Pendekatan Terhadap Konstruksi Penerapan Asas Ex Aequo Et Bono

Oleh : Arsha Nurul Huda, S.H., M.H.

Hakim Pengadilan Agama Kwandang

“Hukum itu tumbuh bersama-sama dengan pertumbuhan, dan menjadi kuat bersama-sama dengan kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya ia mati manakala bangsa itu kehilangan kebangsaannya”. – Dias

A. Pendahuluan

Kekuasaan kehakiman memiliki kedudukan yang istimewa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Refleksi ini terlihat dari tingginya apresiasi terhadap hukum sebagai salah satu bentuk pengakuan akan eksistensinya. Sebagai wujud konkrit, kekuasaan kehakiman memiliki kewenangan utuh sebagai penyelenggara peradilan yang mengemban tugas menegakkan hukum untuk mencapai tujuan negara.[1]

Badan peradilan sebagai cabang kekuasaan kehakiman, kemudian didesain untuk dilaksanakan secara mandiri dan merdeka dengan tujuan agar terselenggara suatu proses penegakan hukum yang berkeadilan.[2]Seiring dinamika perkembangan dunia peradilan, bentuk kemandirian lembaga peradilan kemudian berkembang menjadi faktor penting bagi terselenggaranya kekuasaan kehakiman.[3]


[1] Abdul Manan, 2019, Pengadilan Agama: Cagar Budaya Nusantara Memperkuat NKRI, Jakarta, Prenadamedia Group,hlm.10

[2]Pasal 24 ayat (1)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

[3]Lihat juga Achmad Edi Subiyanto, 2012, Mendesain Kewenangan Kekuasaan Kehakiman Setelah Perubahan UUD 1945, Jurnal: Konstitusi, 9, (4), hlm. 663


Selengkapnya KLIK DISINI